Allah SWT berkehendak untuk menciptakan Nabi Adam.
Allah SWT berfirman kepada para malaikat:
"Sesungguhnya Aku hendak menjadikan khalifah di bumi.
" (QS. al-Baqarah: 30)
Terdapat perbedaan pendapat berkenaan dengan makna khilafah (perihal menjadi khalifah) Nabi Adam. Ada yang mengatakan, bahwa ia sebagai khalifah dari kelompok manusia yang pertama-tama datang ke bumi di mana kelompok ini membuat kerusakan dan menumpahkan darah di dalamnya. Ada yang mengatakan, bahwa ia adalah khalifatullah, dengan pengertian bahwa ia sebagai khalifah (utusan Allah) dalam melaksanakan perintah-perintah-Nya dan hukum-hukum-Nya, karena ia adalah utusan Allah yang pertama. Demikianlah yang kami yakini.
Abu Dzar bertanya kepada Rasulullah saw tentang Nabi Adam: "Apakah ia sebagai nabi yang diutus?" Beliau menjawab:
"Benar." Beliau ditanya: "Ia menjadi rasul bagi siapa? Sementara di bumi tidak ada seorang pun?" Beliau menjawab: "Ia menjadi rasul bagi anak-anaknya."
Tabir penciptaan disingkap di tengah-tengah para malaikat-Nya.
Allah SWT berfirman:
"Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat: 'Sesung¬guhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi.' Mereka berkata: 'Mengapa Engkau hendak menjadikan khalifah di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menum¬pahkan darah, padahal Kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan menyucikan Engkau ?' Tuhan berfirman: 'Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui.'" (QS. al-Baqarah: 30)
Berkenaan dengan ayat tersebut, para mufasir memberikan komentar yang beragam.
Dalam tafsir al-Manar disebutkan: "Sesungguhnya ayat-ayat ini termasuk ayat-ayat mutasyabihat yang tidak dapat ditafsirkan zahirnya. Sebab, dilihat dari ketentuan dialog (at-Takhathub) ia mengandung konsultasi dari Allah SWT. Tentu yang demikian itu mustahil bagi-Nya. Di samping itu, ia juga mengan¬dung pemberitahuan dari-Nya kepada para malaikat yang kemudian diikuti dengan penentangan dan perdebatan dari mereka. Hal seperti ini tidak layak bagi Allah SWT dan bagi para malaikat-Nya. Saya lebih setuju untuk mengalihkan makna cerita tersebut pada sesuatu yang lain."
Sedangkan dalam tafsir al-Jami' li Ahkamil Qur'an disebutkan: "Sesungguhnya Allah telah memberitahukan kepada para malaikat-Nya, bahwa jika Dia menjadikan ciptaan di muka bumi maka mereka akan membuat kerusakan dan menumpahkan darah.
Ketika Allah berfirman:
"Sesungguhnya
Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi, " (QS. al-Baqarah:
30)
Mereka
bertanya:
"Apakah ini adalah khalifah yang Engkau ceritakan kepada kami
bahwa mereka akan membuat kerusakan di muka bumi dan menumpahkan darah, ataukah
khalifah selainnya?"
Dalam tafsir Fi Zhilalil Qur'an disebutkan:
"Sesungguhnya para malaikat melalui fitrah mereka yang suci yang tidak
membayangkan kecuali kebaikan dan kesucian, mereka mengira bahwa tasbih dan
mengultuskan Allah adalah puncak dari segala wujud.
Puncak ini terwujud dengan
adanya mereka, sedangkan pertanyaan mereka hanya menggambarkan keheranan
mereka, bukan berasal dari penentangan atau apa pun juga."
Kita
melihat bagaimana para mufasir berijtihad untuk menyingkap hakikat, lalu Allah
SWT menyingkapkan kedalaman dari Al-Qur'an pada masing-masing dari mereka.
Kedalaman Al-Qur'an sangat mengagumkan. Kisah tersebut disampaikan dalam gaya dialogis, suatu gaya yang memiliki
pengaruh yang kuat. Tidakkah Anda melihat bahwa Allah SWT berfirman:
"Kemudian
Dia menuju langit dan langit itu masih merupakan asap, lalu Dia berkata
kepadanya dan kepada bumi: Datanglah kamu keduanya menurut perintah-Ku dengan
suka hati atau terpaksa.' Keduanya menjawab: 'Kami datang dengan suka
hati.'" (QS. Fushshilat: 11)
0 comments:
Post a Comment