Etika sebagai cabang filsafat merupakan
ilmu terapan atau ilmu yang menyangkut praktis kehidupan. Etika profesi hukum
merupakan etika yang berasal dari kenyataan empiris dalam praktek hukum
sehingga tidak dapat dikaitkan dengan prinsip-prinsip moral secara umum.
Etika profesi agar menjadi etika yang
berkualitas juga harus merujuk dari berbagai cabang ilmu hukum seperti sejarah
hukum, psikologi hukum, dan sosiologi hukum.
Etika
profesi hukum temasuk kategori etika normatif yang berupaya menindaklanjuti
hal-hal yang telah digambarkan secara objektif. Etika normatif memberikan
penilaian sikap baik dan buruk, selanjutnya penyandang profesi dapat
memilihnya.
Penyandang profesi hukum dalam melaksanakan tugas profesinya berkaitan
dengan hal-hal yang bersifat etis, karena eksis untuk melayani anggota
masyarakat ketika masyarakat berhadapan langsung dengan suatu otoritas
kekuasaan. Sebagai contoh seorang terdakwa membutuhkan jasa Advokat pada saat
menghadapi otoritas peradilan dan memang Advokat oleh peraturan perundangan
diberikan kewenangan untuk melakukan hal tersebut, maka profesi hukum harus
bersikap dan berprilaku menurut kaidah hukum serta kaedah sosial. Kewenangan
inilah menyebabkan profesi hukum membutuhkan muatan moralitas yang lebih tinggi
dibandingkan profesi lain.
Sebagian
ahli hukum dan/ ahli etika beranggapan profesi hukum harus tunduk pada kaedah
hukum, dengan tanpa memperhatikan kaedah sosial selain hukum seperti adat
setempat yang berkembang dan berlaku dimasyarakat. Pandangan etis atau tidak
etis tidak hanya dikalangan profesi hukum itu sendiri karena harus berhubungan
dengan masyarakat dan masyarakat tetaplah sebagai penilai utama apakah penegak
hukum bermoral ataukah tidak. Tidak dapat dipungkiri fungsi profesi hukum untuk
melayani kepentingan masyarakat dan masyarakat memiliki hak untuk melaporkan
kepada dewan kehormatan apabila profesi hukum dipandang melanggar etika
profesi. Sesuai dengan pendapat Sidharta: “disisi lain, para penyandang profesi
hukum senantiasa bersinggungan dengan nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat.
Nilai-nilai tersebut ada yang bersifat tetap tetapi ada pula yang mengalami
perubahan, mengikuti perkembangan masyarakat pada suatu temapat dan waktu
tertentu. Nilai-nilai tetap ini adalah nilai-nilai dasar, dan yang cenderung
berubah itu adalah nilai-nilai instrumentalnya.
Karena interaksi ini, profesi hukum
bukan lagi profesi yang bebas nilai. Ia juga bukan profesi yang demikian
eksklusifnya yang berdiri diatas menara gading dan karena itu memiliki sistem
nilai yang secara ekstrem berbeda dengan nilai-nilai masyarakat pada umumnya.
Profesi hukum adalah profesi yang berintegrasi dengan masyarakat luas, sehingga
nilai-nilai yang dianggap baik oleh masyarakat juga harus dijadikan ukuran
dalam etika profesi tersebut, demikian pula sebaliknya”.
UBI JUS INCERTUM,IBI JUS NULLUM ><SUMMUN IUS SUMMA INJURIA.
Kaum
legisme= asas hukum harus ditegakkan, sedangkan kaum realisme=kepastian hukum
dikejar akan melukai hukum membuat hukum menjadi kaku karena menggeneralisir
semua keadaan.
Etika
profesi harus dinamis mengikuti perkembangan masyarakat sesuai dengan dengan
prinsip-prinsip moral yang berkembang dan hidup di masyarakat, karena logika
dari terbentuknya hukum karena kehendak masyarakat guna kepentingan masyarakat.
Cicero mengemukakan dimana ada masyarakat disana pasti ada hukum (ubi
societas ibi ius).
Beberapa
nilai moral profesi hukum yang harus mendasari kepribadian profesional hukum
sebagai berikut:
1)kejujuran.
Faktor kejujuran memegang kendali yang terbesar untuk mengarah pada profesional
karena profesi mempunyai keahlian khusus,sedangkan masyarakat (orang awam)
tidak/kurang memahami dapat dengan mudah menjadi obyek pembohongan/ penipuan;
2)bersikap
apa adanya. Mempunyai pengertian menghayati dan menunjukkan diri dengan apa
adanya, berani memberi nasihat kepada klien sesuai dengan kondisi hukum klien
3)bertanggung
jawab. Dalam melaksanakan tugas profesinya dapat membantu segala persoalan yang
berkaitan dengan profesinya, menjalankan tugas sesuai dengan peraturan
perundangan dan kode etik. Menuntaskan segala tanggung jawab yang diembannya
hingga tuntas atau telah ada penyelesaian dan pemberesan.
4)kemandirian
moral. Mengandung pengertian melaksanakan etika yang telah disepakati bersama
oleh organisasi profesi yang dituangkan dalam kode etik. Tidak terpengaruh oleh
pendapat pihak lain, sehingga berpegang teguh pada moral profesinya dengan
analisa yuridis yang mandiri.
5)Keberanian.
Merupakan keberanian untuk bersikap dalam melaksanakan tugasnya dengan segala
resiko yang dihadapi sesuai asas dan ketentuan hukum. Berani menolak segala
bentuk korupsi kolusi nepotisme.
6)Kesetiaan.
Setia terhadap hukum dan penegakan hukum serta kode etik. Setia tehadap profesi
mulia yang diembannya, setia terhadap moralitas yang tinggi, Setia terhadap
bangsa dan negara.
0 comments:
Post a Comment