Islam terus memutarkan roda penyebarannya, hingga ke seluruh
penjuru dunia, hal ini mencakup pula wilayah RAS Melayu, yakni Asia Tenggara.
Setelah Islam menyebar di daerah Timur Tengah dan mengekspansi kekuasan
ke wilayah-wilayah, kini giliran Asia Tenggara yang siap disinggahi dan
disebari dakwah syia’ar Islam (Badri Yatim: 2007,176).
Asia Tenggara menjadi salah satu bagian negara terbesar,
kategorinya yakni cakupan Islam yang luas, banyak berdirinya kerajaan-kerajaan
Islam di wilayah ini yang menjadi tolak ukur tentang pernyataan bahwa Asia
Tenggara merupakan wilayah Islam terbesar dan terluas penyebaran syi’ar
Islamnya. Dan di Asia Tenggara, Islam merupakan kekuatan sosial yang patut
diperhitungkan, karena hampir seluruh negara yang ada di Asia Tenggara
penduduknya, baik mayoritas ataupun minoritas memeluk agama Islam. Misalnya,
Islam menjadi agama resmi negara federasi Malaysia, Kerajaan Brunei Darussalam,
negara Indonesia (penduduknya mayoritas atau sekitar 90% beragama Islam), Burma
(sebagian kecil penduduknya beragama Islam), Republik Filipina, Kerajaan
Muangthai, Kampuchea, dan Republik Singapura (Muzani, 1991: 23).
Dari segi jumlah, hampir terdapat 300 juta orang di seluruh
Asia Tenggara yang mengaku sebagai Muslim. Berdasar kenyataan ini, Asia
Tenggara merupakan satu-satunya wilayah Islam yang terbentang dari Afrika Barat
Daya hingga Asia Selatan, yang mempunyai penduduk Muslim terbesar.
Asia Tenggara dianggap sebagai wilayah yang paling banyak
pemeluk agama lslamnya. Termasuk wilayah ini adalah pulau-pulau yang terletak
di sebelah timur lndia sampai lautan Cina dan mencakup lndonesia, Malaysia dan
Filipina.
Adapun luas wilayah dunia Islam secara global, mencapai 31,8
juta km, atau sebanding dengan 25% dari seluruh luas dunia. Memanjang mulai
dari Indonesia di sebelah timur hingga ke Sinegal di sebelah barat dari utara
Turkistan hingga ke selatan Mozambik. Adapun wilayah-wilayah Asia Tenggara
secara khususnya mencakup negara-negara Malysia, Indonesia, dan Filiphina
Selatan. Adapun Islam telah tersebar dari wilayah ini lewat jalur perdagangan
dan dakwah.
B. Jalur
Masuknya Islam Di Asia Tenggara.
Sebelum kedatangan bangsa barat, baik dizaman sebelum Islam
maupun sesudah Islam, sistim perdagangan Asia Tengagara telah dibangun atas dua
jalur perdagangan. Yaitu jalur sutera yang merupakan jalur darat yang berawal
dari Cina melintas Asia Tenggara dan berahir dilaut tengah. Perjalanan ke Eropa
dilanjutkan dengan kapal. Jalur kedua adalah jalur laut yang dimulai dari Cina,
melalui Asia Tenggara dan berahir di Asia Timur. Motor dari jalur laut ini
adalah hembusan angin yang berganti arah secara teratur sebagai angin musim
setiap tahun. Akibat dari jalur laut ini muncullah kota-kota dagang penting
(emporium) seperti Aden, Bandar Abas, Kalikut, Malaka, Kanton dan sebagainya.
Malaka merupakan pelabuhan besar yang penting di Asia Tenggara yang
diperkirakan sudah berdiri sekitar tahun 1400 dan merupakan bandar dagang yang
memiliki gudang-gudang besar. Komoditi yang diperdagangkan terutama adalah rempah-rempah
dari maluku, lada dari Sumatera, beras dari Jawa. Selain itu terdapat pula
pelabuhan penting lainnya seperti Banten, Tuban, Gresik, Surabaya. Para
penguasa pelabuhan berdiam didalam kota yang dikelilingi benteng demi kemanan.
Mereka menerima upeti/pajak dari para pedagang dikota pelabuhannya. Tugas utama
diberikan kepada Syahbandar. Dialah yang pertama memeriksa dagangan dari kapal
yang masuk dan yang pertama menawar atau membeli. Tidak sedikit penguasa
pelabuhan ini yang memiliki kapal sendiri yang berlayar sampai manca negara.
Para ahli berpendapat akibat fluktuasi yang meningkat sejak tahun 1400 dari
frekuensi dan volume perdagangan, telah dicapai puncaknya pada tahun 1630.
Setelah itu menurun. Periode ini menurut Anthony Reid disebut sebagai “ Age of
Commerce”. Karena dampaknya juga terasa di Erop dalam periode yang sama, maka
dianggap suatu gejala global yang disebut “The long sixteenth century”. Sebelum
kedatangan bangsa barat, perdagangan Asia tenggara juga ditandai apa yang
disebut “Tributary trade” atau perdagangan upeti kepada Cina, karena pada saat
itu Cina merupakan negara hegemoni bagi kerajaan-kerajaan pedagang di Asia
Tenggara. Mereka mengirim kapal upeti setiap tahun ke Cina. Hal yang sama juga
dilakukan semua penguasa Malaka untuk mendapat perlindungan Cina dari ancaman
negara tetangga seperti Siam. Dalam Inter Asia Trade ini selain melakukan
export (rempah-rempah dan hasil bumi lainnya), dari manca negara mereka
mengexport berbagai komoditi yang laku di Asia Tenggara. Misalnya sutera dan
keamik dari Cina, tekstil dari India.
Islam masuk ke Asia Tenggara disebarluaskan melalui kegiatan
kaum pedagang dan para sufi. Hal ini berbeda dengan daerah Islam di Dunia
lainnya yang disebarluaskan melalui penaklulan Arab dan Turki. Islam masuk di
Asia Tenggara dengan jalan damai, terbuka dan tanpa pemaksaan sehingga Islam
sangat mudah diterima masyarakat Asia Tenggara.
Mengenai kedatangan Islam di negara-negara yang ada di Asia
Tenggara hampir semuanya didahului oleh interaksi antara masyarakat di wilayah
kepulauan dengan para pedagang Arab, India, Bengal, Cina, Gujarat, Iran, Yaman
dan Arabia Selatan. Pada abad ke-5 sebelum Masehi Kepulauan Melayu telah
menjadi tempat persinggahan para pedagang yang berlayar ke Cina dan mereka
telah menjalin hubungan dengan masyarakat sekitar Pesisir. Kondisi semacam
inilah yang dimanfaatkan para pedagang Muslim yang singgah untuk
menyebarkan Islam pada warga sekitar pesisir.
Menurut Uka Tjandra Sasmita, proses masukya Islam ke Asia
Tenggara yang berkembang ada enam, yaitu:
1. Saluran
perdagangan
Pada taraf permulaan, proses masuknya Islam adalah melalui
perdagangan. Kesibukan lalu-lintas perdagangan pada abad ke-7 hingga ke-16
membuat pedagang- pedagang Muslim (Arab, Persia dan India) turut ambil bagian dalam
perdagangan dari negeri-negeri bagian Barat, Tenggara dan Timur Benua Asia.
Saluran Islamisasi melaui perdagangan ini sangat menguntungkan karena para raja
dan bangsawan turut serta dalam kegiatan perdagangan, bahkan mereka menjadi
pemilik kapal dan saham. Mereka berhasil mendirikan masjid dan mendatangkan
mullah-mullah dari luar sehingga jumlah mereka menjadi banyak, dan karenanya
anak-anak Muslim itu menjadi orang Jawa dan kaya-kaya. Di beberapa tempat
penguasa-penguasa Jawa yang menjabat sebagai Bupati Majapahit yang ditempatkan
di pesisir Utara Jawa banyak yang masuk Islam, bukan karena hanya faktor
politik dalam negeri yang sedang goyah, tetapi karena faktor hubungan ekonomi
drengan pedagang-rpedrarrgarng Muslim. Perkembangan selanjutnya mereka kemudian
mengambil alih perdagangan dan kekuasaan di tempat-tempat tinggalnya.
2. Saluran
perkawinan
Dari sudut ekonomi, para pedagang Muslim memiliki status
sosial yang lebih baik daripada kebanyakan pribumi, sehingga penduduk pribumi
terutama puteri-puteri bangsawan, tertarik untuk menjadi isteri
saudagar-saudagar itu. Sebelum dikawin mereka diislamkan terlebih dahulu.
Setelah mereka mempunyai keturunan, lingkungan mereka makin luas, akhirnya
timbul kampung-kampung, daerah-daerah dan kerajaan Muslim. Dalam perkembangan
berikutnya, ada pula wanita Muslim yang dikawini oleh keturunan bangsawan;
tentu saja setelah mereka masuk Islam terlebih dahulu. Jalur perkawinan ini
jauh lebih menguntungkan apabila antara saudagar Muslim dengan anak bangsawan
atau anak raja dan anak adipati, karena raja dan adipati atau bangsawan itu
kemudian turut mempercepat proses Islamisasi. Demikianlah yang terjadi antara
Raden Rahmat atau sunan Ampel dengan Nyai Manila, Sunan Gunung Jati dengan
puteri Kawunganten, Brawijaya dengan puteri Campa yang mempunyai keturunan
Raden Patah (Raja pertama Demak) dan lain-lain.
3. Saluran
Tasawuf
Pengajar-pengajar tasawuf atau para sufi mengajarkan teosofi
yang bercampur dengana jaran yang sudah dikenal luas oleh masyarakat Indonesia.
Mereka mahir dalam soal magis dan mempunyai kekuatan-kekuatan menyembuhkan.
Diantara mereka juga ada yang mengawini puteri-puteri bangsawab setempat.
Dengan tasawuf, “bentuk” Islam yang diajarkan kepada penduduk pribumi mempunyai
persamaan dengan alam pikiran mererka yang sebelumnya menganut agama Hindu,
sehingga agama baru itu mudah dimengerti dan diterima. Diantara ahli-ahli
tasawuf yang memberikan ajaran yang mengandung persamaan dengan alam pikiran
Indonesia pra-Islam itu adalah Hamzah Fansuri di Aceh, Syekh Lemah Abang, dan
Sunan Panggung di Jawa. Ajaran mistik seperti ini masih dikembangkan di abad
ke-19 M bahkan di abad ke-20 M ini.
4. Saluran
pendidikan
Islamisasi juga dilakukan melalui pendidikan, baik pesantren
maupun pondok yang diselenggarakan oleh guru-guru agama, kiai-kiai dan ulama.
Di pesantren atau pondok itu, calon ulama, guru agama dan kiai mendapat
pendidikan agama. Setelah keluar adari pesantren, mereka pulang ke kampung
masing-masing atau berdakwak ketempat tertentu mengajarkan Islam. Misalnya,
pesantren yang didirikan oleh Raden rahmat di Ampel Denta Surabaya, dan Sunan
Giri di Giri. Kleuaran pesantren ini banyak yang diundang ke Maluku untuk
mengajarkan Agama Islam.
5. Saluran
kesenian
Saluran Islamisasi melaui kesenian yang paling terkenal
adalah pertunjukan wayang. Dikatakan, Sunan Kalijaga adalah tokoh yang paling
mahir dalam mementaskan wayang. Dia tidak pernah meminta upah pertunjukan,
tetapi ia meminta para penonton untuk mengikutinya mengucapkan kalimat
syahadat. Sebagian besar cerita wayang masih dipetik dari cerita Mahabarata dan
Ramayana, tetapi dalam serita itu di sisipkan ajaran nama- nama pahlawan Islam.
Kesenian-kesenian lainnya juga dijadikan alat Islamisasi, seperti sastra
(hikayat, babad dan sebagainya), seni bangunan dan seni ukir.
6. Saluran
politik
Di Maluku dan Sulawesi selatan, kebanyakan rakyat masuk
Islam setelah rajanya memeluk Islam terlebih dahulu. Pengaruh politik raja
sangat membantu tersebarnya Islam di daerah ini. Di samping itu, baik di
Sumatera dan Jawa maupun di Indonesia Bagian Timur, demi kepentingan politik,
kerajaan-kerajaan Islam memerangi kerajaan-kerajaan non Islam. Kemenangan
kerajaan Islam secara politis banyak menarik penduduk kerajaan bukan Islam itu
masuk Islam.
C. Teori
Masuknya Islam di Asia Tenggara.
Untuk lebih memperjelas bagaimana proses masuknya agama
Islam di Asia Tenggara ini, ada 3 teori diharapkan dapat membantu memperjelas
tentang penerimaan Islam yang sebenarnya:
Teori pertama dikemukakan oleh beberapa ahli dari belanda,
dianataranya Pijnappel, yang mengatakan bahwa asal mula islam menjalin kontak
dengan Asia Tenggara berangkat dari wilayah Gujarat dan Malabar, menurutnya
orang-orang arab yang bermahzab Syafi’I, setelah berimigrasi dan menetap
diwilayah india, yang kemudian membawa islam kenusantara. teori ini lalu
dipertegas oleh Snouck Hurgronje yang mengatakan bahwa ketika komunitas muslim
arab sudah mapan di beberapa kota di pelabuhan anak benua india, maka
mereka masuk kedunia melayu-Nusantara sebagai penyebar agama islam pertama.
setelah itu barulah orang-orang arab, terutama yang menisbahkan dirinya sebagai
keturunan Nabi Muhammad, yaitu dengan memakai gelar Sayyid dan Syarif, yang
menjalankan dan menyelesaikan proses dakwah islam baik sebagai ustad maupun
sebagai Sulthan.
Kontak paling awal ini dapat disebut dengan kontak
perdagangan. Hal ini didasarkan pada catatan perjalanan Sulaiman, Marco Polo
dan Ibn Battuta, yang menyebutkan bahwa Muslim Arab yang bermazhab Syafi’I dari
Gujarat dan Malabar di India, yang membawa islam ke Asia Tenggara. Selain itu,
Pijnappel meyakini bahwa melalui perdagangan sangat dimungkinkan terjadinya
hubungan antara islam dan Asia Tenggara, bahkan menurutnya istilah-istilah
Persia dari india digunakan dalam bahasa masyarakat kota-kota pelabuhan.
Teori kedua disampaikan oleh fatimi yang memberikan
kesimpulan bahwa islam masuk Asia Tenggara, terutama Nusantara berasal
dari Bengal ( Banglades). Hipotesis Fatimi, bahwa islam datang pertama kali di
sekitar abad ke-8 H (14 M). Tome Pires juga memberikan dukungan pada Fatimi,
bahwa mayoritas orang terkemuka di pasai adalah orang Bengali atau
keturunan mereka. Islam muncul pertama kali pada abad ke-11 di semenajung
Malaya adalah dari arah pantai timur, bukanlah barat (Malaka), yaitu melalui
kanton, Phanrang (Vietnam), Leran dan Trengganu. Selain itu, beberapa
prasati yang ditemukan di Trengganu juga lebih mirip dengan prasasti yang ada
di leran Jawa Timur.
Teori kedua ini juga disebut dengan teori Persia. Teori ini
menitikberatkan pandagannya pada kesamaan kebudayaan masyarakat di Asia
tenggara khususnya di Indonesia dengan Persia. Pandangan ini sedikit mirip
dengan pandangan Morrison yang melihat persoalan masuknya islam diindonesia
dari sisi kesamaan mazhab, meski perbedaan asal muasalnya.
Namun demikian teori Persia mempunyai aspek-aspek kelemahan
yang akan dijawab oleh teori ketiga yakni teori Arabia.
Teori ketika menyebutkan bahwa islam datang ke Asia Tenggara
bukan dari Bengal, melainkan langsung dari Arab, tepatnya di Hadramaut. Menurut
teori ini, Islam masuk ke Asia Tenggara sejak masa abad pertama Hijriah atau
abad ke-7 dan abab ke-8 Masehi. Proses masuknya islam pada masa ini, ditandai
dengan dominasi pedagang Arab dalam perdagangan Barat-Timur. Teori ini didukung
dengan fakta dari sumber-sumber Cina yang menyebutkan bahwa menjelang abad
ke-7, ada seorang pedagang Arab yang menjadi pemimpin pada sebuah pemukiman
muslim Arab dipesisir pantai Sumatera.
Crawfurd mendukung teori ini, meskipun ia tetap
mempertimbangkan adanya peranan kaum Muslimin yang berasal dari pantai timur
india. Sementara Kaijzer berpendapat bahwa islam di Asia Tenggara memang
berasal dari Timur Tengah, tetapi lebih tepatnya berasal dari mesir, karena
Muslim di Asia Tenggara khususnya di Nusantara mayoritas bermazhab Syafi’I yang
sama dengan mesir. Niemann dan de Hollander sedikit merevisi pandagan keijzer
tersebut, dengan menyatakan bahwa sumber islam di Nusantara berasal dari
Hadrawmaut.Sedangkan Veth hanya menyebut “orang-orang Arab”, tanpa
mengungkapkan lebih dalam apakah dari Hadrawmaut, mesir, atau bahkan india.
Teori ini juga dipegang kuat oleh hamka, yang mengatakan
bahwa meskipun terdapat peran Persia maupun india, tetapi Islam pertama kali
masuk di Asia Tenggara di bawa langsung oleh Muslim Arab. Begitu juga dengan
Al-Attas yang menegaskan bahwa Islam masuk Asia Tenggara di bawa langsung oleh
Muslim Arab. Hal ini dapat dibuktikan dengan apa yang disebutnya sebagai “Teori
umum tentang islamisasi Nusantara”, yang harus didasarkan pada sejarah
literatur Islam Melayu-Indonesia dan sejarah Pandangan- Dunia Melayu sebagaimana
yang terlihat pada perubahan konsep dan istilah kunci dalam literatur
Melayu-Indonesia pada abad ke-10 sampai ke-11. Menurutnya, setelah islam
datang, telah terjadi pergesaran pandangan dunia melayu. Begitu pula sebelum
abad ke-17, seluruh literature Islam yang relevan tentang keagamaan di Asia
Tenggara, justru berasal dari nama-nama Arab, bukan dari muslim India. Bahkan
nama-nama dan gelar-gelar yang dibawa oleh para pembawa Islam ke Asia Tenggara
adalah Muslim Arab-Persia.
Dari uraian diatas dapat dilihat persamaan dan perbedaan
dari masing-masing teori. teori Gujarat dan Persia memiliki persamaan pandangan
mengenai masuknya Islam ke Asia Tenggara khususnya Nusantara dari Gujarat.
Perbedaannya terletak pada teori Gujarat dan mempersandingkan dengan ajaran
mistik india.
Teori Persia juga memandang adanya kesamaan mistik muslim
Indonesia denga ajaran mistik Persia. Gujarat dipandang sebagai daerah yang
dipengaruhi Persia, dan menjadi tempat singgah ajaran Syi’ah ke Indonesia.
Dalam hal memandang Gujarat sebagai tempat singgah (transit) bukan pusat,
sependapat dengan Teori Arabia/ Mekkah.
Tetapi teori Mekkah memandang Gujarat sebagai tempat singgah
perjalanan perdagangan laut antara Indonesia dan Timur Tengah, sedangkan ajaran
islam diambilnya dari Mekkah atau dari Mesir. Teori Gujarat tidak melihat
peranan bangsa Arab dalam perdagangan ataupun dalam penyebaran agama Islam di
Indonesia. Teori ini lebih melihat peranan pedagang india yang beragama Islam
dari pada Bangsa Arab yang membawa ajaran Islam.
Teori keempat atau yang terakhir mengatakan bahwa penyebaran
Islam di Asia Tenggara didorong oleh “Pertarungan”antara Islam dan Kristen
untuk mendapat pengikut atau penganut masing-masing agama. Teori
ini dikemukakan oleh Schrieke, pendapat Schrieke didasarkan bahwa pada
kenyataannya, ekspansi yang dilakukan oleh bangsa portugis, yang kemudian
menjadi upaya kolonialisasi, merupakan sebuah kelanjutan dari mata rantai
perang salib di Eropa dan Timur Tengah. Menurutnya, pertualangan yang dilakukan
oleh bangsa Portugis ke Asia merupakan ambisi dan keinginannya untuk mencapai
sebuah kehormatan yang dikombinasikan dengan semangat keagamaan. Setelah mereka
mampu mengusir kaum Moors ( Muslim) dari semenanjung Liberia, lalu menaklukan
beberapa wilayah disepanjang pesisir barat Afrika hingga sampai mengelilingi
Tanjung Harapan, Afrika Selatan, sebagai jalan menuju India dan Kepulauan
Melayu-Indonesia.
Pendapat Schrieke diperkuat oleh Reid yang mengatakan bahwa
pada paruh abad ke-15 dan ke-17 telah terjadi peningkatan dan penguatan
polarisasi serta eksklusivisme agama, terutama agama Islam dan Kristen. Namun
teori ini mendapat kritik dari Naquib Al-Attas yang cukup keras. Menurutnnya,
Kristen sebagai Agama, bukanlah alasan yang cukup penting untuk menunjukan
penyebaran Islam di Asia Tenggara. Karena, bagi Al-Attas Kristen muncul dan
mendapat pengaruhnya dinusantara ketika abad ke-19. Penolakan Al-Attas ini
wajar, karena ia bersiteguh bahwa Islam tersebar di Asia Tenggara sejak abad
ke-1 Hijriah atau abad ke-7 Masehi.[6]
D. Faktor
Pendukung Masuknya Islam di Asia Tenggara
Letak Nusantara atau Asia Tenggara yang strategis yang
dilewati hembusan angin yang berganti arah secara teratur sebagai angin
musim setiap tahun ini juga salah satu factor pendukung masuknya pedagang Arab,
Gujarat masuk ke Asia Tenggara yang tidak langsung menyebarkan Agama Islam yang
kepesisir pantai yang lambat laun menyebar kepelosok desa.
Menekankan peran kaum pedagang yang telah melembagakan diri
mereka di beberapa wilayah pesisir lndonesia, dan wilayah Asia Tenggara
yang lain yang kemudian melakukan asimilasi dengan jalan menikah dengan
beberapa keluarga penguasa lokal yang telah menyumbangkan peran diplomatik, dan
pengalaman lnternasional terhadap perusahaan perdagangan para penguasa pesisir.
Agama Islam yang semakin berkembang, mampu mendirikan
kerajaan Islam di Samudera pasai pada tahun 1292 M di bawah seorang raja
Al-Malikus Saleh. Kerajaan Islam Samudera Pasai ada pengaruh dari kekerajaan
Mamalik di Mesir atau setidak- tidaknya ada hubungan erat antara keduanya.
Persamaan nama dan gelar yang dipakai tidak jauh berbeda dengan gelar yang
dipakai di Mesir. Gelar Al-Malikus Saleh dan Al- Malikusz Zahir, raja pertama
dan kedua Pasai, sama dengan gelar yang dipakai oleh raja mamalik Mesir.
Kerajaan Pasai mengalami perkembangan pesat di masa
pemerintahan al-Malikuz Zahir II tahun 1326-1348 M. Al-Malikuz Zahir mendalami
ilmu agama. Ia banyak melakukan kegiatan-kegiatan untuk memajukan agama. Ibnu
Batutah, sorang ahli Bumi Muslim, pernah melawat ke Pasai tahun 764 H/1345 M
memberi kesan bahwa Pasai saat itu sudah maju, baik dibidang agama maupun
tatanan sosial. Pasai sebagai pusat kegiatan ilmu agama yang bermazhab Safi’i
dan merupakan kota bandar besar untuk singgah kapal- kapal negara lain.
Di Jawa, agama Islam mengalami perkembangan pesat di masa
kemunduran kerajaan Majapahit. Penyebarannya dilakukan oleh para wali yang
tergabung dalam anggota wali sembilan, yaitu Maulana Malik Ibrahim, Sunan
Ampel, S. Bonang, S. Giri, S. Drajat, S. Kalijaga, S. Kudus, S. Muria dan S.
Gunung Jati. Wali sembilan berdakwah kepada rakyat sesuai dengan bakat dan
keahlian yang mereka miliki.
Selain kerajaan Islam samudera Pasai, di Sumatera juga
berdiri kerajaan Islam Aceh. Perlu diingat juga peranan Malaka dalam penyebaran
Islam. Ketika Malaka berkembang menjadi pusat perkembangan agama Islam di Asia
Tenggara, hingga mencapai puncak kejayaan di masa pemerintahan Sultan Mansyur
Syah (1459-1477). Kebesaran Malaka ini berjalan seiring dengan perkembangan
agama Islam. Negeri-negeri yang berada di bawah taklukan Malaka banyak yang
memeluk agama Islam. Untuk mempercepat proses penyebaran Islam, maka dilakukan
perkawinan antar keluarga. Malaka juga banyak memiliki tentara bayaran yang
berasal dari Jawa. Selama tinggal di Malaka, para tentara ini akhirnya memeluk
Islam. Ketika mereka kembali ke Jawa, secara tidak langsung, mereka telah
membantu proses penyeberan Islam di tanah Jawa. Dari Malaka, Islam kemudian
tersebar hingga Jawa, Kalimantan Barat, Brunei,
Sulu dan Mindanau (Filipina Selatan).[7] Ketika
kerajaan Malaka pada masa pemerintahan Mahmud syah dipukul Portugis, Raja
Ibrahim yang bergelar Sultan Ali Mughayat Syah berhasil menyatukan seluruh
daerah Aceh tahun 1507.
Di Jawa berdiri kerajaan-kerajaan Islam, yakni kerajaan
Demak (kurang lebih 1500- 1550), Kerajaan Islam Banten, Kerajaan Pajang
(1546-1580) dan Kerajaan Cirebon. Di Kalimantan, tumbuh pula kerajaan Islam,
seperti kerajaan Islam Banjar, Kerajaan Islam Sukadana, Kerajaan Islam Brunai.
Sedangkan Kerajaan Islam di Sulawesi adalah Kerajaan Islam Bugis (Bone),
Kerajaan Islam di Gowa-Tallo. Kerajaan Islam di Maluku dan Nusa Tenggara adalah
Kerajaan Ternate, Tidore dan Kerajaan Islam Nusa Tenggara.
Faktor pendukung yang lain adalah, Pada abad ke-5 sebelum
Masehi Kepulauan Melayu telah menjadi tempat persinggahan para pedagang yang
berlayar ke Cina dan mereka telah menjalin hubungan dengan masyarakat sekitar
Pesisir. Kondisi semacam inilah yang dimanfaatkan para pedagang Muslim yang
singgah untuk menyebarkan Islam pada warga sekitar pesisir.
Yang berikutnya adalah dengan masuknya raja ke dalam agama
Islam, maka Islam kemudian menjadi agama resmi di Kerajaan (Malaka), sehingga
banyak rakyatnya yang ikut masuk Islam. apa bila proses islamisasi mendasarkan
informasi sejarah melayu dan beberapa sumber lainnya, maka berkesan bahwa
konversi kepada islam berawal dari seseorang sultan, barulah kemudian ke
kalangan elite penguasa lainnya dan seterusnya perintahkan kepada rakyat untuk
menerimanya. ini memperlihatkan islam tersebar dari atas kebawah. kesan
seperti itu ada benarnya, namun tidak berlaku terhadap semua model-model
islamisasi lainnya. sebelum seorang raja diislamkan, lebih dahulu banyak
masyarakat yang telah muslim, terutama melalui jasa pedagang muslim, ulama dan
guru-guru agama yang secara persuasive bertemu mereka. bahkan perlak, aceh,
rakyatnya yang bersepakat mengangkat seorang raja pemimpin yang seiman dengan
mereka, sebagai perkampungan islam pertama abad ke 9 atau 10 M. tidak salah
apabila Syed Husein Al-Attas perpendapat bahwa “pengislaman di asia tenggara
bermula dari bawah yaitu dari daripada masyarakat ke istana. Bahkan
didalam sejarah melayu terlalu kentara mengagungkan raja, bahkan baginda
dikatakan menerima islam langsung dari Nabi Muhammad, melalui mimpi. Sementara
yang lain menerimanya dari manusia biasa, yaitu ulama-ulama dari barat, seperti
Fakir Muhammad di samudera- Pasai dan Maulana Abdul Aziz Di Melaka.
Penutup
Islam masuk di Asia Tenggara ada yang masuk melalui jalur
perdagangan, perkawinan dan sebagainya. Disamping itu banyaknya teori-teori
yang mendeskripsikan atau mengatakan bahwa islam masuk dari Gujarat, Arab
langsung, India dan adanya pertarungan penyeberan antara islam dan Kristen.
0 comments:
Post a Comment