This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Pemberantasan Pungli Terkesan Pencitraan dan Hanya Birokrasi Menengah Kebawah,

Wednesday, January 30, 2013

Bandung sebagai Ibu kota Hindia Belanda



Isu untuk memindahkan pusat pemerintahan Indonesia dari Jakarta ke kota lain bukanlah hal yang baru. Pada 1916 saat Jakarta masih bernama Batavia, pemerintah Hindia Belanda sudah memutuskan untuk memindahkan ibu kota pemerintahannya ke Bandung. 

Banyak alasan dan pertimbangan kenapa pusat pemerintahan akan dipindahkan ke Bandung. Keputusan itu telah diambil Negeri Belanda setelah melalui berbagai penelitian dan kajian.

Salah satu yang memicu perpindahan itu adalah penelitian yang dilakukan oleh HF Tillema, seorang penilik kesehatan lingkungan dan apoteker yang tinggal di Semarang. Dalam laporannya Tillema menyimpulkan kota-kota pelabuhan di pantai Jawa adalah kawasan yang tidak sehat.

Hal itu dipengaruhi oleh banyaknya rawa yang menyebabkan kerentanan terhadap penyakit. Selain itu, kota-kota pelabuhan di Pantai Jawa juga memiliki hawa yang panas dan lembab. Akibatnya penghuninya mudah berkeringat, susah bernapas, dan membuat badan cepat lelah.

Penelitian Tillema itu juga memuat Batavia juga memiliki kecenderungan itu, tanpa kecuali. Tillema menyebutkan Batavia saat itu sudah tidak layak dan tidak memenuhi persyaratan sebagai pusat pemerintahan Hindia Belanda. Maka tidak mengherankan dalam rekomendasinya, Tillema mengusulkan Bandung menjadi kota pilihan untuk menggantikan Batavia.

Itulah cuplikan kecil tentang Bandung dari buku kanon: Wajah Bandung Tempo Doeloe karya Haryoto Kunto. Buku itu terbit kali pertama pada 1984. Salah satu buku penting tentang sejarah Bandung.

Pilihan Bandung menjadi pusat pemerintahan Hindia Belanda pada saat itu, karena dipengaruhi karena iklimnya yang lebih sejuk dari Batavia. Selain itu, pilihan Bandung juga dipengaruhi karena bentuk topografinya yang berbentuk cekungan dengan daratan yang luas di bagian tengah dan dikelilingi oleh pegunungan dan perbukitan.

Kondisi perang dunia saat itu lebih banyak menentukan lokasi pusat pemerintahan dari sisi strategi militer. Dengan adanya pegunungan dan perbukitan yang terjal sudah bisa dijadikan menjadi benteng alam untuk berlindung dari serangan musuh. Belum lagi lokasi Bandung yang jaraknya tidak begitu jauh dari Batavia.

Setelah mendapat persetujuan dari berbagai pihak, mulailah dibangun gedung-gedung yang dipersiapkan untuk pemerintahan dan kamp-kamp untuk pertahanan militer. Salah satunya pada 20 Juli 1920 dengan dilakukannya peletakan batu pertama Gedung Sate, salah satu gedung termegah di Hindia Belanda saat itu.

Selain pembangunan gedung-gedung. Pemerintah Kolonial Belanda juga mulai melakukan pemindahan kantor-kantor pusat pemerintahan lainnya. Seperti Jawatan Kereta Api Negara, Jawatan Geologi, Jawatan Metrologi, Departement van Geouvernements Bedrijven atau Departemen Pekerjaan Umum dan Pengairan.

Kunto juga mengisahkan dalam bukunya, setelah Gedung sate selesai dibangun, Departemen Pekerjaan Umum dan Pengairan adalah salah satu instansi pemerintah yang berkantor di Gedung Sate.

Bandung saat itu memang benar-benar dipersiapkan fasilitasnya untuk benar-benar menjadi pusat pemerintahan Hindia Belanda. Untuk strategi pertahanan militer juga sudah dipersiapkan jauh-jauh hari. Kunto juga menyebut pada 1918 Belanda memindahkan pabrik mesiu yang berada di Ngawi dan pabrik senjata di Surabaya ikut dipindahkan ke kawasan Cimahi, Bandung. Bahkan hampir setengah kekuatan militer dan komando militer untuk operasi tempur di pusatkan di Cimahi.

Sedangkan untuk pusat penerbangan mengambil lokasi di sebelah barat Kota bandung, yakni Kampung Andir atau sekarang dikenal dengan Bandar Udara Internasional Husein Sastranegara. Peresmian penggunaan lapangan penerbangan Andir dimulai pada akhir Oktober 1925. Kunto juga mencatat, rute penerbangan Bandung yang mulanya memiliki rute dari Bandung ke Batavia dan Semarang. Selanjutnya merambah rute Bandung ke Surabaya, Palembang, Singapura, hingga Belanda.

Setelah semua fasilitas kebutuhan pusat pemerintahan dan militer Hindia Belanda di bandung yang selesai hingga 1940-an. Belum ada data dan arsip pasti akan kepindahan ibu kota pemerintahan Hindia Belanda dari Batavia ke Bandung. Menurut sejarawan Asvi Marwan Adam, mungkin saja segala persiapan itu untuk memindahkan ibu kota Hindia Belanda ke Bandung dengan segala fasilitas yang dibangun Belanda. "Namun yang pasti, di Cimahi adalah pusat pelatihan militer saat itu, para lulusannya adalah TB. Simatupang, Alex Kawilarang, Nasution, dan yang lainnya," kata Asvi kepada merdeka.com pada Jumat (25/1) malam.

Monday, January 28, 2013

Obat Jerawat


Obat Jerawat
sponsor anda klik : DBS5036049
Jerawat biasa terjadi pada setiap orang terutama di masa remaja. Jerawat dapat memalukan juga menyakitkan. Jerawat pada wajah perlu dihilangkan karena dapat mengurangi rasa percaya diri. Wajah sehat tanpa jerawat?
Jerawat bisa timbul dari banyak hal, namun kehadirannya bisa dikendalikan. Tentu saja Anda harus merubah kebiasaan dan melakukan sedikit usaha ekstra untuk menghindari munculnya jerawat.
Pada artikel ini akan dijelaskan bagaimana cara menghilangkan jerawat pada wajah baik cara menghilangkan jerawat batu ataupun jerawat biasa yang ada di wajah. Cara menghilangkan jerawat yang aman adalah secara tradisional. Jika kita menggunakan penghilang jerawat berbahan kimia terkadang membuat iritasi pada wajah.
Cara menghilangkan jerawat memang perlu diperhatikan guna mengembalikan kecantikan pada wajah anda. Wajah cantik menjadi idaman setiap wanita. Oleh karena itu kita butuh cara merawat wajah dan mengetahui bagaimana cara mengatasi masalah yana ada pada wajah anda.
Cara menghilangkan jerawat dapat dilakukan secara tradisional ataupun modern. Cara menghilangkan jerawat secara tradisional salah satunya adalah dengan rajin mencuci muka, sedangkan cara modern menghilangkan jerawat adalah dengan menggunakan teknologi atau peralatan canggih dari dokter.
Beberapa cara menghilangkan jerawat :
1. Rajin mencuci muka. Tapi jangan asal cuci muka. Basuh juga bagian leher dan jidat  setidaknya 2 kali seminggu. Pijat wajah Anda dengan gerakan memutar dan basuh menggunakan air hangat.
2. Tambahkan juga obat jerawat. Anda mungkin harus mencoba beberapa macam obat sebelum akhirnya menemukan produk yang cocok dengan kulit wajah. Biasanya produk ini dipasarkan dengan kemasan dan harga yang berfariasi. Ingat! Mahal tak menjamin produk tersebut cocok dan bisa mengatasi masalah jerawat Anda.
3. Berhati-hati dengan penggunaan produk kecantikan. Hanya gunakan make-up, pelembab atau tabir matahari hanya yang tanpa minyak. Biasanya jika tertulis “nonacnegenic” atau “noncomedogenic” di label keterangan, produk tersebut lebih baik.
4. Saat mengenakan produk untuk rambut, usahakan jangan sampai kena ke wajah. Tutupi wajah Anda dengan handuk saat menggunakan minyak rambut, hairspray atau mousse. Setelah selesai mandi, jangan lupa kembali bilas wajah Anda untuk menghilangkan kemungkinan bekas shampo atau conditioner tertinggal di wajah.
5. Jangan sampai keringat, bakteri dan kotoran menempel di wajah. ikat rambut anda saat panas dan hindari memakai topi dan kaca mata.
6. Sebaiknya Anda coba temui dokter ahli. kulit jika jerawat Anda mulai mempengaruhi percaya diri Anda. Dokter bisa memberikan saran obat terbaik dan bagaimana pemakaian paling efektik.
7. Ubah pola diet Anda. Makan coklat, permen dan makanan berminyak dapat merubah gestur kulit Anda. Batasi asupan junk food, dapatkan lebih banyak vitamin dan ganti lifestyle Anda agar lebih sehat. tidur yang teratur, dan jangan biarkan tubuh kekurangan cairan.
Cara menghilangkan jerawat melalui tips seperti diatas aman bagi kesehatan dan tidak akan menyebabkan toksin bagi tubuh anda. Tidak sama halnya dengan cara menghilangkan jerawat menggunakan bahan kimia, bahan kimia terkadang mampu menyebabkan iritasi yang berkepanjangan. Cara menghilangkan jerawat berbahan kimia perlu diwaspadai terkadang dalam produk penghilang jerawat yang kita gunakan mengandung merkuri (raksa) dan formalin yang berbahaya bagi kesehatan kulit tubuh kita. Jangan sampai keinginan menghilangkan jerawat di wajah justru merusak kecantikan wajah anda. Gunakanlah cara menghilangkan jerawat yang aman bagi wajah anda.
info :          
                                                           Sponsor anda KLIK DBS5036049


Kantor Pusat:Graha DBS - Grand Surapati Core
Jl. PHH. Mustofa No.39
Bandung 40192

Call Centre DBS:
022-8725 3000
Sertifikat MUI DBS

Fax Deposit Pulsa :
022-87242805
Fax Customer Service, Aktivasi Kartu & Divisi Bonus:022-87242801
Fax Divisi Order Kartu :022-87242802
Fax Divisi Asuransi :
022-87242756
Titipan Aktivasi / Upgrade Kartu:0818624447 (SMS Only)
Komplain Titipan Aktivasi / Upgrade:081221100610 & 081394573103
Order Kartu:081223339199 (Telf Only) 081910888881 (Telf Only) 085720236661 (SMS Only)
Komplain Bonus:081221100620(Telf Only)
Cash: 082128105577 (SMS Only)
Pulsa: 082128105588 (SMS Only)
Konfirmasi Deposit Pulsa:081221335555 (SMS Only)
Konfirmasi Asuransi :
022-8724 2755 / 081910999992
JAM PELAYANAN:Senin - Jumat : 08.00 - 22.00 WIB
Sabtu - Minggu : 11.00 - 19.00 WIB

Waktu Pelayanan Order Kartu:

Senin - Jumat : 08.00 - 16.00 WIB
Bank Titipan Aktivasi :(a/n PT Duta Business School)
MANDIRI : 131 00000 12221
BNI : 33333 2222 5
BRI : 210501000004303
BCA : 4374114222
Bank Order Kartu & Produk: (a/n PT. Duta Business School)
MANDIRI : 131 00 1122 112 6
BCA : 4379034222

Kantor Perwakilan:
Ruko Tebet Mas No. 4, Jl. Tebet Raya Telp : 021-8299794, Fax : 021-8300354
Jakarta Selatan
RUKO GRAHA PABELAN Jl. Proyek Bengawan Solo Blok D Pabelan. Selatan CARREFOUR Pabelan)
Telp.0271-710358 Fax. 0271-7652435
Solo - Jawa Tengah
Jl. Jati Raya Blok D. No. 25, Banyumanik
Semarang
 MIM (Metro Indah Mall) Blok D-21 Jl. Soekarno Hatta, Telp: 022-7535747
Bandung


Thursday, January 24, 2013

Pedang Damocles Pembunuh Demokrasi, Reformasi dan HAM


Haatzaai Artikelen:
Pedang Damocles Pembunuh Demokrasi, Reformasi dan HAM

Togi Simanjuntak


Latar Belakang

Belum lagi genap satu tahun masa pemerintahan Megawati Soekarnoputri (selanjutnya disebut Rezim Megawati), ruang tahanan mulai diisi kembali oleh tahanan-tahanan politik. Situasi ini sangat kontras dengan putusan pengadilan yang membebaskan para koruptor penjarah uang negara, atau putusan pengadilan hak asasi manusia (HAM) ad hoc yang menghukum ringan (bahkan membebaskan) para perwira militer yang diindikasikan melanggar HAM.
Sebagian dari para tahanan politik itu merupakan para mahasiswa dan pemuda yang melakukan unjuk-rasa menyusul kenaikan harga bahan bakar minyak dan tarif dasar listrik (BBM/TDL) awal Januari 2003, juga para aktivis organisasi non-pemerintah, atau tokoh masyarakat di wilayah konflik yang menyampaikan pendapat dan pikirannya atas situasi yang berkembang di wilayahnya.
Memang sebagian dari antara mereka belum diadili. Tetapi beberapa yang diadili, seperti misalnya tokoh Front Pembela Islam (FPI) Jafar Umar Thalib, tokoh Front Kedaulatan Maluku (FKM) Alexander Hermanus Manuputty, serta aktivis Sentral Informasi Referendum Aceh (SIRA) Muhammad Nazar sudah divonis. Yang mengejutkan, mereka dikenakan pasal-pasal karet tentang apa yang dimaksudkan dengan penyebaran rasa kebencian atau Haatzaai Artikelen. Haatzaai Artikelen, yang di masa pemerintahan KH Abdurrahman Wahid mulai dikuburkan itu, kini dibangkitkan kembali.
Tampaknya pendulum kebebasan politik, kebebasan berekspresi, dan menyatakan pendapat cepat bergeser. Saat ini, jerat untuk kasus-kasus politik kembali dipasang. Di berbagai daerah – dari Aceh, Jakarta, hingga Papua – bisa ditemui kasus-kasus politik yang berakhir dengan pemenjaraan. Kasusnya pun sangat beragam, dari aksi teatrikal yang mencoret dan menginjak-injak gambar presiden/wakil presiden, membakar boneka wayang berwajah presiden, menggelar aksi demonstrasi tanpa izin, melanggar ketertiban umum, menghasut, melawan petugas, sampai “hanya” mengibarkan bendera.



[1] Dalam seluruh artikel ini, penyebutan haatzaai artikelen (misalnya seperti yang dipakai penulis untuk tabel 4 artikel ini) tidak hanya dimaksudkan dengan pasal-pasal penyebar kebencian yang terdapat pada Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP), tapi juga menyangkut semua produk hukum yang terkait dengan kejahatan keamanan negara (misalnya Undang-undang dan sebagainya) maupun pidana politik lainnya.
[2] Pedang Damocles diambil dari kisah Damocles, penduduk Syracuse, Yunani, pada abad ke-4 Masehi saat diperintah oleh tiran Dionysus. Pada suatu kesempatan Damocles diundang sang tiran untuk menghadiri sebuah pesta yang diadakannya, kemudian Damocles memenggal kepala Dionysius. Sedemikian tajamnya pedang tersebut, sehingga dikisahkan mampu memotong setipis apapun rambut seorang manusia. Lihat Thomas E. Guinn, “The Sword of Damocles”, di dalam http://www.csanews.net/
[3] Saat tulisan ini digarap, Presiden Megawati Soekarnoputri belum genap satu tahun memerintah. Oleh karena itu data yang digunakan didalam artikel ini berasal dari periode tersebut. Pada periode itu banyak terjadi unjuk rasa menyusul kenaikan harga bahan bakar minyak, dan juga kerusuhan di daerah-daerah konflik. Hal ini bisa dimengerti, mengapa pasal-pasal penyebar kebencian banyak digunakan penyidik kepolisian bagi para terdakwa demonstrasi dan “penyulut” kerusuhan di daerah konflik. Semakin berkurangnya intensitas demonstrasi pada tahun kedua dan tahun ketiga pemerintahan Megawati, maka sebagai konsekuensi logisnya adalah semakin berkurang pula penggunaan pasal-pasal penyebar kebencian oleh aparat penyidik kepolisian.


Ancaman bagi Demokrasi, Reformasi, dan Hak Asasi Manusia

Penerapan Haatzaai Artikelen ini, bisa berimplikasi negatif bagi keberlangsungan reformasi, proses demokratisasi, dan penegakan HAM di Indonesia. Lebih spesifik, bahwa praksis penerapannya, secara substansial, bisa melanggar hak-hak sipil dan politik warganegara sebagaimana tercantum dalam Deklarasi Universal Hak-hak Asasi Manusia (DUHAM), dan Kovenan Internasional Hak-hak Sipil dan Politik (International Covenan on Civil and Polirtical Rights/ICCPR). Bahkan, dalam hubungannya atau kaitannya dengan penghargaan dan penghormatan atas HAM sebagaimana tercantum pada konstitusi negara, yaitu Amandemen Kedua UUD 1945 Bab XA Pasal 28A hingga 28J.
Bagaimanakah bisa dijelaskan karakter-karakter ancaman itu pada ketiga aspek: kehidupan demokrasi di suatu negara, keberlangsungan reformasi dan penegakan HAM khususnya?
Seperti diketahui Haatzaai Artikelen ini memiliki beberapa sifat atau watak “karet”. Berbeda dengan azas yang dianut pada hukum pidana yang limitatif, maka Haatzaai Artikelen ini menganut azas non-limitatif. Hukum Pidana mempersyaratkan batasan-batasan yang jelas secara formal-material atas tuduhan tindak pidana yang dilakukan seseorang, yang justru tidak dipenuhi oleh pasal-pasal Haatzaai Artikelen.
Yang lainnya lagi, bahwa Haatzaai Artikelen ini berangkat dari presumtion of guilty, bukan presumtion of innocence sebagaimana dikenal pada proses hukum acara pidana. Dua aspek ini – presumtion of guilty dan azas non-limitatif – jelas menjadi celah atau ruang untuk membuka peluang terjadinya praktik pelanggaran HAM, terutama atas pengakuan hak-hak sipil dan politik warganegara.
Secara umum, para human rights scholar dan human rights defender/activist mengelompokkan atau mengklasifikasikan hak-hak sipil dan politik tersebut atas tiga kebebasan dasar, yaitu kebebasan berpendapat, kebebasan berserikat, dan kebebasan berkumpul. Dan, hukum hak asasi manusia internasional (termasuk ICCPR) memperbolehkan pembatasan atas kebebasan-kebebasan dasar hanya pada “saat keadaan darurat umum yang mengancam kehidupan bangsa, dan yang keberadaannya dinyatakan secara resmi.” Pembatasan ini hanya diberlakukan, “sejauh hal itu dibutuhkan sekali oleh urgensi situasi.”


Lagi pula tentang pembatasan ini, sebagaimana dicermati pada berbagai pertemuan Komite Hak Asasi Manusia PBB maka kebebasan berpendapat dapat dilakukan pembatasan, “tetetetapi hanya sebatas sebagaimana ditentukan undang-undang, dan sejauh untuk melindungi keamanan nasional, ketertiban publik, kesehatan, atau moral masyarakat.” Sementara itu, untuk kebebasan berserikat dan berkumpul dapat dibatasi atas semua aspek di atas, maupun demi kepentingan melindungi hak-hak dan kebebasan orang lain. Tetetapi, pembatasan itu harus dicantumkan dalam undang-undang, dan hanya “sejauh diperlukan dalam suatu masyarakat demokratis.”
Walaupun demikian kovenan memiliki suatu pembedaan yang jelas, dan tegas antara kebebasan berpendapat dengan kebebasan berekspresi. Hal ini menjadi penting untuk diungkapkan, karena argumentasi yang dihasilkannya akan berimplikasi, mengapa Haatzaai Artikelen itu dapat membuka celah dan ruang bagi kemungkinan terjadinya pelanggaran HAM.
Jika hak atas kebebasan berpendapat merupakan hal yang bersifat pribadi dan absolut, tanpa membuka celah untuk paksaan apa pun, sementara kebebasan berekspresi, merupakan hal yang bersifat umum dalam tingkat kepentingan sosial, serta memiliki batasan-batasan yang alami. Pokoknya, ekspresi tersebut dapat menjadi subjek dari larangan-larangan, tetetetapi hanya dalam kerangka prinsip legalitas, yaitu larangan atas kebebasan berekspresi harus diatur dengan undang-undang, memiliki kadar urgensi, juga karena disebabkan untuk tujuan-tujuan umum tertentu dan spesifik.
Jadi, kebebasan berekspresi ini sebagaimana Paragraf 3 dari Pasal 19 ICCPR mengandung klausul pembatasan, bahwa penerapan dari hak-hak yang diatur dalam paragraf 2 Pasal 19 juga disertai tugas dan tanggung-jawab khusus. Selengkapnya bunyi paragraf 3 Kovenan sebagai berikut:

“Pelaksanaan hak yang dicantumkan dalam ayat 2 Pasal ini menimbulkan kewajiban-kewajiban dan tanggung-jawab khusus. Oleh karenanya dapat dikenai pembatasan-pembatasan tertentu, tetetetapi hal ini hanya dapat dilakukan sesuai dengan hukum dan sepanjang diperlukan untuk:
a.       menghormati hak dan nama baik orang lain;
b.      melindungi keamanan nasional dan ketertiban umum atau kesehatan atau moral umum”

Bersambung 



Wednesday, January 23, 2013

Bandung Lautan Api

Peristiwa Bandung Lautan Api adalah peristiwa kebakaran besar yang terjadi di kota Bandung, provinsiJawa Barat, Indonesia pada 24 Maret 1946. Dalam waktu tujuh jam, sekitar 200.000 penduduk Bandung[1]membakar rumah mereka, meninggalkan kota menuju pegunungan di daerah selatan Bandung. Hal ini dilakukan untuk mencegah tentara Sekutu dan tentara NICA Belanda untuk dapat menggunakan kota Bandung sebagai markas strategis militer dalam Perang Kemerdekaan Indonesia.

Pasukan Inggris bagian dari Brigade MacDonald tiba di Bandung pada tanggal 12 Oktober 1945. Sejak semula hubungan mereka dengan pemerintah RI sudah tegang. Mereka menuntut agar semua senjata api yang ada di tangan penduduk, kecuali TKR dan polisi, diserahkan kepada mereka. Orang-orang Belanda yang baru dibebaskan dari kamp tawanan mulai melakukan tindakan-tindakan yang mulai mengganggu keamanan. Akibatnya, bentrokan bersenjata antara Inggris dan TKR tidak dapat dihindari. Malam tanggal24 November 1945, TKR dan badan-badan perjuangan melancarkan serangan terhadap kedudukan-kedudukan Inggris di bagian utara, termasuk Hotel Homann dan Hotel Preanger yang mereka gunakan sebagai markas. Tiga hari kemudian, MacDonald menyampaikan ultimatum kepada Gubernur Jawa Barat agar Bandung Utara dikosongkan oleh penduduk Indonesia, termasuk pasukan bersenjata.
Ultimatum Tentara Sekutu agar Tentara Republik Indonesia (TRI, TNI kala itu) meninggalkan kota Bandung mendorong TRI untuk melakukan operasi "bumihangus". Para pejuang pihak Republik Indonesia tidak rela bila Kota Bandung dimanfaatkan oleh pihak Sekutu dan NICA. Keputusan untuk membumihanguskan Bandung diambil melalui musyawarah Madjelis Persatoean Perdjoangan Priangan(MP3) di hadapan semua kekuatan perjuangan pihak Republik Indonesia, pada tanggal 24 Maret 1946[2]. Kolonel Abdoel Haris Nasoetion selaku Komandan Divisi III TRI mengumumkan hasil musyawarah tersebut dan memerintahkan evakuasi Kota Bandung.[rujukan?] Hari itu juga, rombongan besar penduduk Bandung mengalir panjang meninggalkan kota Bandung dan malam itu pembakaran kota berlangsung.
Bandung sengaja dibakar oleh TRI dan rakyat setempat dengan maksud agar Sekutu tidak dapat menggunakan Bandung sebagai markas strategis militer. Di mana-mana asap hitam mengepul membubung tinggi di udara dan semua listrik mati. Tentara Inggris mulai menyerang sehingga pertempuran sengit terjadi. Pertempuran yang paling besar terjadi di Desa Dayeuhkolot, sebelah selatan Bandung, di mana terdapat gudang amunisi besar milik Tentara Sekutu. Dalam pertempuran ini Muhammad Toha dan Ramdan, dua anggota milisi BRI (Barisan Rakjat Indonesia) terjun dalam misi untuk menghancurkan gudang amunisi tersebut. Muhammad Toha berhasil meledakkan gudang tersebut dengan dinamit. Gudang besar itu meledak dan terbakar bersama kedua milisi tersebut di dalamnya. Staf pemerintahan kota Bandung pada mulanya akan tetap tinggal di dalam kota, tetapi demi keselamatan mereka, maka pada pukul 21.00 itu juga ikut dalam rombongan yang mengevakuasi dari Bandung. Sejak saat itu, kurang lebih pukul 24.00 Bandung Selatan telah kosong dari penduduk dan TRI. Tetapi api masih membubung membakar kota, sehingga Bandung pun menjadi lautan api.
Pembumihangusan Bandung tersebut dianggap merupakan strategi yang tepat dalam Perang Kemerdekaan Indonesia karena kekuatan TRI dan milisi rakyat tidak sebanding dengan kekuatan pihak Sekutu dan NICA yang berjumlah besar. Setelah peristiwa tersebut, TRI bersama milisi rakyat melakukan perlawanan secara gerilya dari luar Bandung. Peristiwa ini mengilhami lagu Halo, Halo Bandung yang nama penciptanya masih menjadi bahan perdebatan.
Beberapa tahun kemudian, lagu "Halo, Halo Bandung" secara resmi ditulis, menjadi kenangan akan emosi yang para pejuang kemerdekaan Republik Indonesia alami saat itu, menunggu untuk kembali ke kota tercinta mereka yang telah menjadi lautan api.
Istilah Bandung Lautan Api menjadi istilah yang terkenal setelah peristiwa pembumihangusan tersebut. Jenderal A.H Nasution adalah Jenderal TRI yang dalam pertemuan diRegentsweg (sekarang Jalan Dewi Sartika), setelah kembali dari pertemuannya dengan Sutan Sjahrir di Jakarta, memutuskan strategi yang akan dilakukan terhadap Kota Bandung setelah menerima ultimatum Inggris tersebut.

"Jadi saya kembali dari Jakarta, setelah bicara dengan Sjahrir itu. Memang dalam pembicaraan itu di Regentsweg, di pertemuan itu, berbicaralah semua orang. Nah, disitu timbul pendapat dari Rukana, Komandan Polisi Militer di Bandung. Dia berpendapat, “Mari kita bikin Bandung Selatan menjadi lautan api.” Yang dia sebut lautan api, tetapi sebenarnya lautan air." - A.H Nasution, 1 Mei 1997
Istilah Bandung Lautan Api muncul pula di harian Suara Merdeka tanggal 26 Maret 1946. Seorang wartawan muda saat itu, yaitu Atje Bastaman, menyaksikan pemandangan pembakaran Bandung dari bukit Gunung Leutik di sekitar PameungpeukGarut. Dari puncak itu Atje Bastaman melihat Bandung yang memerah dari Cicadas sampai denganCimindi.
Setelah tiba di Tasikmalaya, Atje Bastaman dengan bersemangat segera menulis berita dan memberi judul "Bandoeng Djadi Laoetan Api". Namun karena kurangnya ruang untuk tulisan judulnya, maka judul berita diperpendek menjadi "Bandoeng Laoetan Api".


Pertempuran Laut Jawa



Pertempuran Laut Jawa adalah pertempuran laut yang utama dalam kampanye Pasifik selama Perang Dunia II. ALSekutu mengalami kekalahan telak di tangan Angkatan Laut Kekaisaran Jepang pada tanggal 27 Februari 1942, dan dalam aksi-aksi sekunder selama beberapa hari berturut-turut . Komandan American-British-Dutch-Australian Command (ABDA), Laksamana Karel Doorman terbunuh. Buntut dari perang itu termasuk beberapa aksi kecil di sekitar Jawa, termasukPertempuran Selat Sunda yang lebih kecil namun berarti. Ini merupakan pertempuran permukaan terbesar sejakPertempuran Jutlandia dalam Perang Dunia I.

Latar Belakang
Serangan Jepang ke Hindia Belanda berkembang dengan cepat dari koloni mereka di Kepulauan Palau dan Jepang merebut markas di Sarawak dan Filipina Selatan. Mereka menaklukkan sejumlah markas di Kalimantan Timur danSulawesi Utara. Sementara konvoi pasukan, yang dikawal kapal perusak dan penjelajah dengan dukungan udara oleh pesawat tempur yang beroperasi dari pangkalan yang telah ditaklukkan, berlayar ke selatan melalui Selat Makassar dan keLaut Maluku. Untuk melawan penyerang itu hanya ada kekuatan kecil, yang sebagian besar terdiri atas kapal perangAmerika Serikat dan Belanda, yang sebagian besar peninggalan Perang Dunia I, di bawah komando Laksamana Thomas C. Hart.
Kapal penjelajah Haguro (di gambar) menenggelamkan HNLMS De Ruyter, membunuh Laksamana Karel Doorman.
Pada tanggal 23 Januari 1942, 4 kapal perusak AS menyerang konvoi Jepang di Selat Makassar saat mendekatiBalikpapan di Kalimantan. Pada tanggal 13 Februari, dalam Pertempuran Palembang, Sekutu tak berhasil mencegah Jepang menduduki pelabuhan minyak utama di Sumatera bagian timur. Pada malam 9-20 Februari, sebuah angkatan Sekutu menyerang Armada Invasi Timur di lepas Bali dalam Pertempuran Selat Badung. Juga pada tanggal 19 Februari,Armada Udara Pertama Jepang, di bawah Laksamanan Chuichi Nagumo, menyerang dan menghancurkan pelabuhan diDarwinAustralia utara hingga tak mampu berfungsi sebagai markas suplai dan laut untuk mendukung operasi di Hindia Timur.
Ketika pertempuran akan mulai, Sekutu jauh lebih lemah. Mereka terpecah belah (kapal-kapalnya berasal dari 4 negara terpisah) dan moral pelautnya rendah karena serangan udara yang konstan dan rasa takut karena mengira Jepang sulit untuk dikalahkan. Selain itu, koordinasi antara AL dan AU Sekutu lemah.
Pertempuran
Pasukan pendarat Jepang berkumpul untuk menyerang Jawa, dan pada tanggal 27 Februari 1942, AL American-British-Dutch-Australian Command (ABDACOM) utama, di bawah Doorman, berlayar ke arah timur laut dari Surabaya untuk mencegat konvoi Angkatan Invasi Timur yang sedang mendekat dari Selat Makassar. Armada ABDA terdiri atas 2 kapal penjelajah berat (HMS Exeter, USS Houston) dan 3 kapal penjelajah ringan (Hr. Ms. De Ruyter (kapal pemimpin Doorman), Hr. Ms. Java, HMAS Perth), dan 9 kapal perusak (HMSElectra, HMS Encounter, HMS Jupiter, Hr. Ms. Kortenaer, Hr. Ms. Witte de With, USS Alden, USS John D. Edwards, USS John D. Ford, dan USS Paul Jones.
Konvoi Jepang itu dikawal oleh 2 kapal penjelajah berat (Nachi, Haguro) dan 2 kapal penjelajah ringan (Naka, Jintsu) dan 14 kapal perusak (Yudachi, Samidare, Murasame, Harusame, Minegumo, Asagumo, Yukikaze, Tokitsukaze, Amatsukaze, Hatsukaze,Yamakaze, Kawakaze, Sazanami, dan Ushio) di bawah komando Laksamana Muda Shoji Nishimura. Kapal penjelajah berat Jepang jauh lebih kuat, dipersenjatai dengan masing-masing 10 senapan 8 inci (203 mm) dan torpedo yang hebat. Exeter hanya dipersenjatai dengan 6 dari senapan itu. Sedangkan Houston membawa 9 senapan 8 inci, hanya 6 yang masih dapat dipakai setelah menara meriam di buritan telah dilumpuhkan di serangan udara yang lalu.
Angkatan ABDA melawan Jepang di Laut Jawa, dan perang merebak secara terputus-putus dari tengah hari ke tengah malam karena Sekutu mencoba mencapai dan menyerang kapal pengangkut penumpang di armada invasi Jawa, namun mereka dipukul mundur oleh daya tembak yang hebat. Sekutu memiliki keunggulan udara setempat selama jam-jam di siang hari, karena kekuatan udara Jepang tak dapat mencapai armada itu dalam cuaca buruk. Cuaca seperti itu juga menghambat komunikasi, membuat kerja sama di antara sejumlah pihak Sekutu yang terlibat — dalam pengintaian, lindungan udara dan markas armada — malahan memburuk daripada sebelumnya. Jepang juga mengganggu frekuensi radio. Exeter adalah satu-satunya kapal dalam pertempuran itu yang diperlengkapi dengan radar, teknologi yang muncul pada masa itu.
Pertempuran itu terdiri atas serangkaian percobaan lebih dari 7 jam oleh Angkatan Serangan Gabungan Doorman untuk mencapai dan menyerang konvoi penyerbu itu; masing-masing ditolak telak oleh angkatan pengawal dengan kekalahan berat yang dipanggul pihak Sekutu.
Armada itu bertemu satu masa lain sekitar pukul 16:00 pada tanggal 27 Februari dan dekat ke jarak tembak, mulai menembak pada pukul 16:16. Kedua belah pihak menunjukkan kecakapan penggunaan meriam dan torpedo yang rendah selama fase awal pertempuran ini. Satu-satunya contoh terkemuka penggunaan meriam ini adalah Exeter yang dibuat rusak parah dengan tabrakan di ruang ketel oleh granat 8 inci. Kapal itu kemudian berjalan terseok-seok ke Surabaya, dikawal oelh Witte de With. Jepang melincurkan 2 salvo torpedo besar berjumlah 92, namun hanya mencetak 1 hantaman ke Kortenaer yang dihantam oleh Laras Panjang, pecah menjadi 2 dan tenggelam dengan cepat setelah hantaman itu. Electra, yang melindungi Exeter, terlibat duel dengan Jintsu dan Asagumo, mencetak beberapa hantaman namun menderita kerusakan parah pada bangunan bagian atasnya. Setelah tembakan serius yang dimulai di Electradan menara kecilnya yang tersisa kehabisan amunisi, perintah meninggalkan kapal diserukan. Di pihak Jepang, hanya Asagumo yang terpaksa mundur karena rusak.
Armada Sekutu terpecah dan pergi sekitar pukul 18:00, ditutupi oleh tabir asap yang diciptakan oleh 4 kapal pemburu US Destroyer Division (DesDiv) 58. Mereka juga melancarkan serangan torpedo namun kisarannya untuk efektif terlalu lama. Angkatan Doorman berbalik ke selatan menuju pesisir Jawa, kemudian ke barat dan ke utara untuk mencoba menyelamatkan diri dari kelompok pengawal Jepang namun terperangkap oleh konvoi itu. Di saat itulah kapal-kapal DesDiv 58 yang torpedonya dikeluarkan meninggalkan rencananya sendiri untuk kembali ke Surabaya.
Segera setelahnya, pada pukul 21:25, Jupiter terkena ranjau dan tenggelam, sedangkan sekitar 20 menit kemudian, armada itu melewati tempat di mana Kortenaer tenggelam lebih dulu, dan Encounter ditugaskan untuk mengangkut yang selamat. Komando Doorman, kini berkurang ke 4 kapal penjelajah, kembali menghadapi kelompok pengawal Jepang pada pukul 23:00; kedua pasukan itu saling menembak di kegelapan dalam kisaran panjang, hingga De Ruyter dan Java tenggelam, oleh salvo laras panjang yang menghancurkan. Doorman dan sebagian besar krunya tenggelam dengan De Ruyter; hanya 111 orang yang diselamatkan dari kedua kapal itu. Hanya kapal penjelajah Perth dan Houston yang tersisa; kekurangan bahan bakar dan amunisi, dan menyusul perintah terakhir Doorman, kedua kapal itu mundur, tiba di Tanjung Priok pada tanggal 28 Februari.
Meski armada Sekutu tak mencapai armada penyerang, pertempuran itu betul-betul memberikan penyerang Jawa itu istirahat sehari.